Faktor utama dari banyaknya kejadian di
Selat Singapura adalah kapal yang melintas di selat tersebut tidak dapat
mengidentifikasi adanya kapal lain yang sedang berlabuh maupun
bersandar di pelabuhan Singapura yang akan melewati Rute Pemisahan
Lintas Kapal (TSS).
Hal ini disebabkan oleh karena kesulitan dalam
mengidentifikasi kapal pada malam hari yang bercampur dengan latar
belakang lampu-lampu di daratan. Untuk mengatasi masalah ini,
diusulkanlah adanya isyarat visual malam hari yang terdiri dari “3 lampu
hijau keliling yang sejajar” yang akan dipasang pada kapal yang
bermaksud melintasi rute pemisahan lintas kapal (TSS), sehingga kapal
lain dapat melakukan tindakan antisipasi sedini mungkin apabila
diperlukan, dan pada akhirnya berguna untuk meningkatkan keselamatan
pelayaran.
TSS sendiri adalah suatu manajemen lalu-lintas rute-sistem pelayaran
yang digunakan untuk mengatur lalu-lintas pelayaran sibuk, area dangkal
maupun sekitar tanjung, untuk mencegah terjadinya resiko tubrukan.
Apabila kapal memasuki area TSS, maka harus berlayar mengikuti arah yang
telah ditentukan. Seandainya diperlukan, maka ada zona khusus, dimana
jalur dibagi menjadi dua, yakni satu menuju keluar, yang lain menuju
pelabuhan terdekat.
Setelah mendapatkan pengesahan dari Komite Keselamatan Maritim IMO
(MSC) pada sidangnya ke-88 tanggal 24 Nopember – 3 Desember 2010 sesuai
dengan Resolusi A.858 (20), aturan ini diberlakukan efektif per 1 Juli
2011, dimana kapal-kapal yang melintasi TSS serta area beresiko tinggi
di Selat Singapura diharuskan untuk menampilkan isyarat visual malam
hari berupa 3 lampu hijau keliling yang sejajar.
Monday, 27 January 2014
02.31.074 N & ALL MEMBERS XXIII. Powered by Blogger.